ASKEP Steven Johson
A.           Pengertian Penyakit 
Steven Johnson
Sindrom Steven Johnson adalah sindrom yang mengenai kulit, 
selaput lendir di orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dan 
ringan sampai berat, kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel atau 
bula dapat disertai purpura (Djuanda, 1993: 127).
Sindrom Steven Johnson adalah penyakit kulit akut dan berat 
yang terdiri dari erupsi kulit, kelainan dimukosa dan konjungtifitis 
(Junadi, 1982: 480).
Sindrom Steven Johnson adalah sindrom kelainan kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura yang mengenai kulit, selaput lendir yang orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari baik sampai buruk (Mansjoer, A. 2000: 136).
Sindrom Steven Johnson adalah sindrom kelainan kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura yang mengenai kulit, selaput lendir yang orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari baik sampai buruk (Mansjoer, A. 2000: 136).
B.            Etiologi
Penyebab belum diketahui 
dengan pasti, namun beberapa faktor yang dapat dianggap sebagai penyebab
 adalah:
1. Alergi obat secara sistemik (misalnya penisilin, analgetik, arti piuretik)
a. Penisilline dan semisentetiknya
b. Sthreptomicine
c. Sulfonamida
d. Tetrasiklin
e. Anti piretik atau analgesik (derifat, salisil/pirazolon, metamizol, metampiron dan paracetamol)
f. Kloepromazin
g. Karbamazepin
h. Kirin Antipirin
i. Tegretol
2. Infeksi mikroorganisme (bakteri, virus, jamur dan parasit)
3. Neoplasma dan faktor endokrin
4. Faktor fisik (sinar matahari, radiasi, sinar-X)
5. Makanan
1. Alergi obat secara sistemik (misalnya penisilin, analgetik, arti piuretik)
a. Penisilline dan semisentetiknya
b. Sthreptomicine
c. Sulfonamida
d. Tetrasiklin
e. Anti piretik atau analgesik (derifat, salisil/pirazolon, metamizol, metampiron dan paracetamol)
f. Kloepromazin
g. Karbamazepin
h. Kirin Antipirin
i. Tegretol
2. Infeksi mikroorganisme (bakteri, virus, jamur dan parasit)
3. Neoplasma dan faktor endokrin
4. Faktor fisik (sinar matahari, radiasi, sinar-X)
5. Makanan
C.           Patofisiologi
Patogenesisnya belum jelas, disangka disebabkan oleh reaksi 
hipersensitif tipe III dan IV. Reaksi tipe III terjadi akibat 
terbentuknya komplek antigen antibodi yang membentuk mikro-presitipasi 
sehingga terjadi aktifitas sistem komplemen. Akibatnya terjadi akumulasi
 neutrofil yang kemudian melepaskan lisozim dan menyebabkan kerusakan 
jaringan pada organ sasaran (target organ). Reaksi hipersentifitas tipe 
IV terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi berkontak kembali 
dengan antigen yang sama kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi 
reaksi radang (Djuanda, 2000: 147) .
1.       
 Reaksi Hipersensitif tipe III
Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibodi yang 
bersirkulasi dalam darah mengendap didalam pembuluh darah atau jaringan 
sebelah hilir. Antibodi tidak ditujukan kepada jaringan tersebut, tetapi
 terperangkap dalam jaringan kapilernya. Pada beberapa kasus antigen 
asing dapat melekat ke jaringan menyebabkan terbentuknya kompleks 
antigen antibodi ditempat tersebut. Reaksi tipe III mengaktifkan 
komplemen dan degranulasi sel mast sehingga terjadi kerusakan jaringan 
atau kapiler ditempat terjadinya rekasi tersebut. Neutrofil tertarik ke 
daerah tersebut dan mulai memfagositosis sel-sel yang rusak sehingga 
terjadi pelepasan enzim-enzim sel serta penimbunan sisa sel. Hal ini 
menyebabkan siklus peradangan berlanjut (Corwin, 2000: 72).
2.          
 Reaksi Hipersensitif Tipe IV
Pada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan sel T penghasil Limfokin atau sitotoksik oleh suatu antigen sehingga terjadi penghancuran sel-sel yang bersangkutan. Reaksi yang diperantarai oleh sel ini bersifat lambat (delayed) memerlukan waktu 14 jam sampai 27 jam untuk terbentuknya.
Pada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan sel T penghasil Limfokin atau sitotoksik oleh suatu antigen sehingga terjadi penghancuran sel-sel yang bersangkutan. Reaksi yang diperantarai oleh sel ini bersifat lambat (delayed) memerlukan waktu 14 jam sampai 27 jam untuk terbentuknya.
D.       Manifestasi 
Klinik
Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 
tahun kebawah. Keadaan umumnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada
 yang berat kesadarannya menurun, penderita dapat soporous sampai koma. 
Mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodromal berupa demam 
tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorokan.
Pada sindrom ini terlihat adanya trias kelainan berupa:
Pada sindrom ini terlihat adanya trias kelainan berupa:
1. Kelainan kulit
Kelainan kulit terdiri dari eritema, vesikel dan bula. Vesikel
 dan bula kemudian memecah
 2. Kelainan selaput lendir di orifisium
Kelainan selaput lendir yang tersering ialah pada mukosa mulut
 (100%) kemudian disusul oleh kelainan dilubang alat genetal (50%) 
sedangkan dilubang hidung dan anus jarang (masing-masing 8% dan 4%).
Kelainan berupa vesikel dan bula yang cepat memecah sehingga 
menjadi erosi dan ekskoriasi dan krusta kehitaman. Juga dalam terbentuk 
pseudomembran. Dibibir kelainan yang sering tampak ialah krusta berwarna
 hitam yang tebal.Kelainan dimukosas dapat juga terdapat difaring, 
traktus respiratorius bagian atas dan esopfagus. Stomatitis ini dapat 
menyebabkan penderita sukar tidak dapat menelan. Adanya pseudomembran di
 faring dapat menyebabkan keluhan sukar bernafas.
3.  Kelainan mata
Kelainan mata merupakan 80% diantara semua kasus yang tersering ialah konjungtifitis kataralis. Selain itu juga dapat berupa kongjungtifitis purulen, perdarahan, ulkus korena, iritis dan iridosiklitis.
Disamping trias kelainan tersebut dapat pula terdapat kelainan lain, misalnya: nefritis dan onikolisis.
Komplikasi :
Komplikasi yang tersering ialah bronkopneunomia yang didapati sejumlah 16 % diantara seluruh kasus yang ada. Komplikasi yang lain ialah kehilangan cairan atau darah, gangguan keseimbangan elektrolit dan syok. Pada mata dapat terjadi kebutaan karena gangguan lakrimasi.
Kelainan mata merupakan 80% diantara semua kasus yang tersering ialah konjungtifitis kataralis. Selain itu juga dapat berupa kongjungtifitis purulen, perdarahan, ulkus korena, iritis dan iridosiklitis.
Disamping trias kelainan tersebut dapat pula terdapat kelainan lain, misalnya: nefritis dan onikolisis.
Komplikasi :
Komplikasi yang tersering ialah bronkopneunomia yang didapati sejumlah 16 % diantara seluruh kasus yang ada. Komplikasi yang lain ialah kehilangan cairan atau darah, gangguan keseimbangan elektrolit dan syok. Pada mata dapat terjadi kebutaan karena gangguan lakrimasi.
E.           
 Penatalaksanaan
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN 
MENINGITIS
A. Pengkajian 
- Biodata      klien.
 
- Riwayat      kesehatan yang lalu 
 
o    Apakah pernah menderita 
penyait ISPA dan TBC ?
o    Apakah pernah jatuh atau trauma kepala ?
o    Pernahkah operasi daerah kepala ?
- Riwayat      kesehatan sekarang 
 
a.       Aktivitas
Gejala : Perasaan tidak enak (malaise). Tanda : ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter.
Gejala : Perasaan tidak enak (malaise). Tanda : ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter.
b.       Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi : endokarditis dan PJK. Tanda : tekanan darah meningkat, nadi menurun, dan tekanan nadi berat, taikardi, disritmia.
Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi : endokarditis dan PJK. Tanda : tekanan darah meningkat, nadi menurun, dan tekanan nadi berat, taikardi, disritmia.
c.        Eliminasi
Tanda : Inkontinensi dan atau retensi.
Tanda : Inkontinensi dan atau retensi.
d.       Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, sulit menelan. Tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek dan membran mukosa kering.
Gejala : Kehilangan nafsu makan, sulit menelan. Tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek dan membran mukosa kering.
e.       
 Higiene
Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri.
Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri.
f.       
 Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, parestesia, terasa kaku pada persarafan yang terkena, kehilangan sensasi, hiperalgesia, kejang, diplopia, fotofobia, ketulian dan halusinasi penciuman. Tanda : letargi sampai kebingungan berat hingga koma, delusi dan halusinasi, kehilangan memori, afasia,anisokor, nistagmus,ptosis, kejang umum/lokal, hemiparese, tanda brudzinki positif dan atau kernig positif, rigiditas nukal, babinski positif,reflek abdominal menurun dan reflek kremastetik hilang pada laki-laki.
Gejala : Sakit kepala, parestesia, terasa kaku pada persarafan yang terkena, kehilangan sensasi, hiperalgesia, kejang, diplopia, fotofobia, ketulian dan halusinasi penciuman. Tanda : letargi sampai kebingungan berat hingga koma, delusi dan halusinasi, kehilangan memori, afasia,anisokor, nistagmus,ptosis, kejang umum/lokal, hemiparese, tanda brudzinki positif dan atau kernig positif, rigiditas nukal, babinski positif,reflek abdominal menurun dan reflek kremastetik hilang pada laki-laki.
g.        Nyeri/keamanan
Gejala : sakit kepala(berdenyut hebat, frontal). Tanda : gelisah, menangis.
Gejala : sakit kepala(berdenyut hebat, frontal). Tanda : gelisah, menangis.
h.       Pernafasan
Gejala : riwayat infeksi sinus atau paru. Tanda : peningkatan kerja pernafasan.
Gejala : riwayat infeksi sinus atau paru. Tanda : peningkatan kerja pernafasan.
B. Diagnosa Keperawatan
- Resiko      tinggi 
terhadap penyebaran infeksi sehubungan dengan diseminata hematogen      
dari patogen.
 - Risiko      tinggi 
terhadap perubahan serebral dan perfusi jaringan sehubungan dengan      
edema serebral, hipovolemia.
 - Risisko      tinggi 
terhadap trauma sehubungan dengan kejang umum/fokal, kelemahan      
umum, vertigo.
 - Nyeri      (akut) 
sehubungan dengan proses inflamasi, toksin dalam sirkulasi.
 - Kerusakan      mobilitas 
fisik sehubungan dengan kerusakan neuromuskular, penurunan      kekuatan
 
 - Anxietas      berhubungan
 dengan krisis situasi, ancaman kematian.
 
C. Intervensi
- Resiko      tinggi 
terhadap penyebaran infeksi sehubungan dengan diseminata hematogen      
dari patogen.
Mandiri : 
a.        
 Beri tindakan isolasi sebagai pencegahan
b.       
 Pertahan kan teknik aseptik dan teknik cuci tangan yang tepat.
c.        
 Pantau suhu secara teratur
d.       
 Kaji keluhan nyeri dada, nadi yang tidak teratur demam yang 
terus menerus
e.         Auskultasi suara nafas 
ubah posisi pasien secara teratur, dianjurkan nafas dalam
f.        
 Cacat karakteristik urine (warna, kejernihan dan bau)
Kolaborasi :
- Berikan       terapi antibiotik iv: penisilin G, ampisilin, 
klorampenikol, gentamisin.
 
- Resiko      tinggi terhadap perubahan cerebral dan perfusi 
jaringan sehubungan dengan      edema serebral, hipovolemia.
Mandiri : 
- Tirah       baring dengan posisi kepala 
datar.
 - Pantau       status 
neurologis.
 - Kaji       regiditas 
nukal, peka rangsang dan kejang.
 - Pantau       tanda vital 
dan frekuensi jantung, penafasan, suhu, masukan dan haluaran.
 - Bantu       berkemih, 
membatasi batuk, muntah mengejan.
 
Kolaborasi : 
- Tinggikan       kepala tempat tidur 15-45 derajat.
 - Berikan       cairan iv 
(larutan hipertonik, elektrolit).
 - Pantau       BGA.
 - erikan       obat : 
steoid, clorpomasin, asetaminofen.
 
- Resiko      tinggi terhadap trauma sehubungan dengan kejang 
umum/vokal, kelemahan umum      vertigo.
Mandiri : 
- Pantau       adanya kejang
 - Pertahankan       
penghalang tempat tidur tetap terpasang dan pasang jalan nafas buatan.
 - Tirah       baring selama
 fase akut kolaborasi berikan obat : venitoin, diaepam, venobarbital.
 
- Nyeri      (akut ) sehubungan dengan proses infeksi, toksin 
dalam sirkulasi.
Mandiri : 
- Letakkan       kantung es pada kepala, 
pakaian dingin di atas mata, berikan posisi yang       nyaman kepala 
agak tinggi sedikit, latihan rentang gerak aktif atau pasif       dan 
masage otot leher.
 - Dukung       untuk 
menemukan posisi yang nyaman(kepala agak tingi)
 - Berikan       latihan 
rentang gerak aktif/pasif.
 - Gunakan       pelembab 
hangat pada nyeri leher atau pinggul.
 
Kolaborasi :
- Berikan       anal getik, asetaminofen, codein
 
- Kerusakan      mobilitas fisik sehubungan dengan kerusakan 
neuromuskuler. 
 
- Kaji       derajat imobilisasi pasien.
 - Bantu       latihan 
rentang gerak.
 - Berikan       perawatan 
kulit, masase dengan pelembab.
 - Periksa       daerah yang
 mengalami nyeri tekan, berikan matras udsra atau air       perhatikan 
kesejajaran tubuh secara fumgsional.
 - Berikan       program 
latihan dan penggunaan alat mobiluisasi.
 
- Perubahan      persepsi sensori sehubungan dengan defisit 
neurologis 
 
- Pantau       perubahan orientasi, 
kemamapuan berbicara,alam perasaaan, sensorik dan       proses pikir.
 - Kaji       kesadara 
sensorik : sentuhan, panas, dingin.
 - Observasi       respons 
perilaku.
 - Hilangkan       suara 
bising yang berlebihan.
 - Validasi       persepsi 
pasien dan berikan umpan balik.
 - Beri       kessempatan 
untuk berkomunikasi dan beraktivitas.
 - Kolaborasi       ahli 
fisioterapi, terapi okupasi,wicara dan kognitif.
 
- Ansietas      sehubungan dengan krisis situasi, ancaman 
kematian. 
 
- Kaji       status mental dan tingkat 
ansietasnya.
 - Berikan       penjelasan 
tentang penyakitnya dan sebelum tindakan prosedur.
 - Beri       kesempatan 
untuk mengungkapkan perasaan.
 - Libatkan       
keluarga/pasien dalam perawatan dan beri dukungan serta petunjuk sumber 
      penyokong.
 
H. Evaluasi
Hasil yang diharapkan :
- Mencapai      masa 
penyembuhan tepat waktu, tanpa bukti penyebaran infeksi endogen atau    
  keterlibatan orang lain.
 - Mempertahankan      
tingkat kesadaran biasanya/membaik dan fungsi motorik/sensorik,      
mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil.
 - Tidak      mengalami 
kejang/penyerta atau cedera lain.
 - Melaporkan      nyeri 
hilang/terkontrol dan menunjukkan postur rileks dan mampu      
tidur/istirahat dengan tepat.
 - Mencapai      kembali 
atau mempertahankan posisi fungsional optimal dan kekuatan.
 - Meningkatkan      tingkat
 kesadaran biasanya dan fungsi persepsi.
 - Tampak      rileks dan 
melaporkan ansietas berkurang dan mengungkapkan keakuratan      
pengetahuan tentang situasi.
 
DAFTAR PUSTAKA
Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC; 1994.
Long, Barbara C. perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Bandung : yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar